Fraud adalah bentuk kecurangan
untuk mendapatkan keuntungan pribadi maupun lembaga/organisasi. Kecurangan yang
bersifat lembaga lebih kompleks dibandingkan dengan kecurangan yang dilakukan
oleh pribadi. Kecurangan/fraud mengakibatkan kerugian yang besar. Dalam
pemerintahan, kerugian yang diterima bukan hanya kehilangan atau kebocoran uang
negara, namun juga berakibat pada menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap
pemerintah serta menurunnya tingkat investasi.
Cara mengatasi fraud terbagi atas 3 tindakan
yaitu tindakan preventif, tindakan deteksi dan tindakan investigasi. Tindakan
preventif merupakan tanggung jawab bersama antara manajemen puncak dengan
stafnya, untuk menciptakan dan mengembangkan budaya kerja yang beretika dan
lingkungan kerja yang baik. Tindakan deteksi adalah cara mengidentifikasi
kecurangan yang terjadi.
Metode yang digunakan dalam
deteksi atas fraud dibagi atas metode konvensional dan metode sistem informasi.
Metode konvensional adalah dengan cara menemukan indikasi setelah melakukan
pemeriksaan secara menyeluruh terlebih dahulu. Salah satu cara menemukan
indikasi kecurangan, terutama yang dilakukan secara lembaga, adalah dengan
menggunakan sistem Akuntansi forensik, yaitu dengan cara memeriksa transaksi
yang mencurigakan pada laporan keuangan, baik nominal yang besar maupun yang
kecil.
Sementara metode sistem informasi adalah
dengan cara melakukan perbandingan profil kecurangan yang dapat terjadi,
meliputi motivasi, kesempatan, objek fraud, metode fraud, indikasi fraud dan
konsekuensi yang diterima organisasi. Tindakan investigasi adalah proses
penyelidikan sehingga didapatkan pembuktian yang cukup. Tindakan-tindakan
pengawasan tersebut adalah cara untuk mengatasi kecurangan sehingga kehilangan
keuangan negara dapat terus ditekan dan pada akhirnya tercapai tujuan untuk
menghilangkan kebocoran dan kerugian negara.
·
Jenis-jenis Fraud
Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah adalah seluruh proses kegiatan audit, reviu, evaluasi, pemantauan,
dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi
organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah
dilaksanakan sesuai dengan tolak ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan
efisien untuk kepentingan pimpinan dalam mewujudkan kepemerintahan yang baik. Maka
dapat disimpulkan bahwa sistem pengendalian internal pemerintah memiliki tujuan
untuk mencapai pengelolaan keuangan baik di pemerintah daerah maupun pemerintah
pusat sehingga dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.
Kegagalan pemerintah dalam
mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan dapat diakibatkan oleh beberapa hal
antara lain penyimpangan kebijakan dan penyimpangan yang diakibatkan oleh
kecurangan (fraud). Penyimpangan kebijakan dilakukan oleh manajemen puncak
terutama untuk mencapai tujuan tertentu, dengan cara membuat kebijakan yang
tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Sedangkan penyimpangan kecurangan
(fraud) dapat dilakukan baik oleh manajemen puncak maupun pegawai lainnya
dengan untuk mendapatkan keuntungan, dengan cara melakukan tindakan-tindakan
kriminal seperti korupsi, kolusi, penipuan, dan lain sebagainya.
Bagaimana cara mengatasi fraud adalah tugas
bersama dari suatu organisasi pemerintahan dan sistem pengawasan internalnya.
Pengenalan akan kecurangan dan dampaknya menjadi hal yang penting untuk
diketahui seluaruh staf pegawai hingga manajemen puncak.
Sebagai perbandingan, pada
suatu perusahaan di bidang manufaktur, perusahaan tersebut mengalami kerugian
akibat kecurangan pegawai mencapai Rp. 100 juta/tahun. Jika keuntungan
rata-rata perusahaan tersebut adalah 10% dari penjualan maka perusahaan
tersebut harus kehilangan keuntungan dari penjualan sebesar Rp. 1.000
juta/tahun. Bayangkan penjualan perusahaan tersebut menjadi tidak berguna
akibat adanya kerugian akibat kecurangan.
Demikian juga dengan kerugian
atau kebocoran keuangan negara yang terjadi akibat adanya fraud. Hal ini dapat
berakibat pada alokasi dana yang hilang yang telah dikumpulkan dari berbagai
pendapatan negara terutama pajak yang telah didapatkan dari masyarakat. Dengan
rata-rata setiap penduduk membayar pajak sekitar 15%-20% dari penghasilannya
maka dapat dibayangkan kerugian negara berdampak pula pada pendapatan penduduk
yang harus ditingkatkan pemerintah. Padahal untuk meningkatkan pendapatan
masyarakat dibutuhkan sarana dan prasarana yang disiapkan oleh pemerintah yang
didanai dari pajak di atas. Dan yang lebih utama adalah tingkat kepercayaan
masyarakat terhadap pemerintahan menjadi berkurang, termasuk pula investasi
dari luar negeri berkurang, sehingga kondisi makro keuangan pemerintah menjadi
terganggu pula.
Kesadaran untuk melakukan
tindakan anti fraud dapat diawali dengan memberikan pengertian yang lebih
tentang kerugian dan dampak fraud. Setelah itu, seiring dengan kesadaran yang
meningkat, maka diupayakan untuk menghilangkan penyebab fraud. Kemudian
melakukan tindakan hukuman dan penghargaan untuk lebih mempercepat peningkatan
kesadaran dan budaya kerja tanpa fraud.
Penyebab terjadinya fraud adalah motivasi, sarana
dan kesempatan sebagai berikut:
·
Motivasi : adalah mendapatkan keuntungan bagi
dirinya sendiri dan atau suaru organisasi. Alasan pribadi seperti masalah
keuangan dapat menjadi motivasi untuk melakukan kecurangan. Untuk suatu
organisasi, fraud pun dapat dilakukan untuk mendapatkan keuntungan atau untuk
mendapatkan apresiasi yang positif walaupun pekerjaan yang dilakukan tidak
baik, misalnya kolusi antara kontraktor/konsultan dengan panitia pengadaan
barang/jasa,
·
Sarana : mencakup seluruh media yang dapat
digunakan untuk melakukan kecurangan, misalnya dokumen kontrak/lelang yang
diatur, transaksi keuangan dilakukan secara tunai dan tidak menggunakan
pencatatan yang baik, dan lain sebagainya.
·
Kesempatan : karena kurangnya pengawasan
internal dan pemahaman tentang aturan dapat menjadi ruang terjadinya
kecurangan.
Berikut ini adalah jenis fraud berdasarkan subjek atau pelaku, sebagai
berikut :
·
employee fraud (kecurangan pegawai) : kecurangan
yang dilakukan oleh pegawai dalam suatu organisasi kerja,
·
management fraud (kecurangan manajemen) :
kecurangan yang dilakukan oleh pihak manajemen dengan menggunakan laporan
keuangan/transaksi keuangan sebagai sarana fraud, biasanya dilakukan untuk
mencurangi pemegang kepentingan (stakeholders) yang terkait organisasinya.
·
customer fraud : kecurangan yang dilakukan oleh
konsumen/pelanggan, misalnya kecurangan oleh pihak kontraktor/konsultan
terhadap satuan kerja proyek.
·
e-commerce fraud (kecurangan melalui internet) :
kecurangan yang dilakukan akibat adanya transaksi melalui internet (misalnya
pengadaan lelang melalui internet).
Cara Mengatasi Fraud harus dapat dikontrol dan
dijaga, sehingga tidak semakin berkembang dan merugikan organisasi pemerintahan
tersebut. Cara mengontrol dan menjaga agar tidak terjadi fraud adalah sebagai
berikut :
·
mengendalikan suasana kerja yang baik di
lingkungan kerja, antara lain dengan menanamkan etika kerja dan peningkatan kesejahteraan
pekerja/pegawai.
·
menghilangkan kesempatan untuk melakukan fraud
dengan cara sistem pengawasan internal yang ketat,
Mengendalikan suasana kerja yang
baik adalah merupakan tanggung jawab pimpinan disertai kerja sama dengan
anggota organisasi tersebut. Lingkungan pengendalian merupakan salah satu unsur
yang harus diciptakan dan dipelihara agar timbul perilaku positif dan kondusif
untuk penerapan sistem pengendalian intern dalam lingkungan kerja, melalui
beberapa cara yaitu penegakan integritas dan etika, komitmen terhadap
kompetensi, kepemimpinan yang kondusif, pembentukan struktur organisasi yang
sesuai dengan kebutuhan, pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat,
penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan sumber daya
manusia, perwujudan peran aparat pengawasan intern pemerintah yang efektif dan
hubungan kerja yang baik dengan instansi pemeritah terkait. Hal tersebut
tercantum dalam PP No. 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah.
Pengawasan internal yang ketat
diharapkan mampu mengidentifikasikan dan meredam gejala fraud. Bentuk
pengawasan internal yang ketat adalah dengan audit kinerja, audit investigatif
dan audit laporan keuangan sesuai Standar Audit Aparat Pengawasan Intern
Pemerintah dan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN).
Audit kinerja merupakan proses
identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi terhadap pengelolaan keuangan
negara, dalam hal ini adalah penyusunan/pelaksanaan anggaran; penerimaan,
penyaluran dan penggunaan dana; serta pengelolaan aset dan kewajiban, dan
pelaksanaan tugas dan fungsi auditi yang terdiri atas aspek ekonomis, efisiensi
dan efektivitas.
Audit dengan tujuan tertentu
adalah audit untuk pemeriksaan khusus meliputi audit investigatif, audit mutu
pengawasan internal, dan hal lain di luar bidang pengelolaan keuangan negara.
Dalam menangani permasalahan fraud maka audit investigatif digunakan untuk
membuktikan kebenaran indikasi terjadinya perbuatan kecurangan yang meruigkan
negara dan atau potensi negara. Dalam pelaksanaan pemeriksaan khusus
investigatif maka terungkaplah seluruh fakta dan proses terhadap indikasi fraud
yang bertetnangan dengan peraturan. Namun pengungkapan bukti menjadi kendala
terutama jika perbuatan kecurangan dilakukan secara melembaga, sehingga
dibutuhkan cara pengungkapan fakta disertai bukti yang cukup. Berbagai cara
investigasi dilakukan antara lain dengan wawancara langsung dengan auditi,
pemeriksaan dokumen, masukan/input dari whistle blower (saksi pemberi
informasi), dan teknik interogasi yang tepat. Investigasi terhadap fraud dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut menemukan indikasi awal bahwa telah
terjadi fraud, biasanya identifikasi terhadap indikasi ini dilakukan oleh
auditor yang telah berpengalaman, dengan melihat gejala dan bukti-bukti awal.
Kemudian dilakukan investigasi untuk membuktikan prediksi dan hipotesis
tersebut.
Sedangkan audit atas laporan keuangan
adalah audit yang bertujuan memberikan opini atas kewajaran penyajian laporan
keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang diterima umum Pemberian opini
didasarkan atas hasil pengelolaan aset negara serta penggunaan keuangan negara
yang baik dan sesuai kenyataan. Audit atas laporan keuangan dapat menjadi input
bagi proses audit investigatif, terutama dalam hal mengidentifikasikan indikasi
terjadinya fraud yang dilakukan oleh manajemen puncak dan atau dilakukan secara
melembaga.
Cara menemukan indikasi fraud
dengan menggunakan audit laporan keuangan disebut dengan sistem akuntansi
forensik (forensic accounting). Sistem ini dapat mengungkap fakta terjadinya
kecurangan dengan mengungkap transaksi-transaksi keuangan yang mencurigakan
pada laporan keuangan dan mengembangkan hasil temuan tersebut menjadi sebuah
alat bukti.
Perkembangan terhadap sistem
akuntansi forensik ini diharapkan mampu mengatasi kerugian dan kebocoran
keuangan negara. Sistem ini awalnya berkembang semenjak kasus
perusahaan-perusahaan swasta raksasa dunia yang ternyata melakukan kecurangan
laporan keuangan. Kasus perusahaan WorldCom dan Enron Corp., merupakan kasus
kebangkrutan terbesar yang terkait dengan kecurangan manajemen puncak dengan
menggunakan laporan keuangan sebagai media/sarana fraud. WorldCom mengalami
kerugian akibat fraud sebesar USD 102 Milyar dan Enron Corp mengalami kerugian
sebesar USD 63 Milyar. Setelah kasus tersebut, sisrtem akuntansi forensik pun
dikembangkan, tidak hanya oleh perusahaan swasta. Sistem ini pun dapat dikembangkan
untuk mendeteksi adanya kecurangan dan penyalahgunaan keuangan negara.
Kata forensik menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia adalah cabang ilmu kedokteran yg berhubungan dng
penerapan fakta-fakta medis pd masalah-masalah hukum, atau ilmu bedah yg
berkaitan dengan penentuan identitas mayat seseorang yg ada kaitannya dng
kehakiman dan peradilan. Istilah forensik sendiri pada Bahasa Indonesia
cenderung masih jarang digunakan dan hanya digunakan untuk ilmu medis dan
pembuktian hukum. Sementara menurut Bologna and Linquist definisi akuntansi
forensik adalah sbb : “Forensic and
investigative accounting is the application of financial skills and an
investigative mentality to unresolved issues, conducted within the context of
the rules of evidence. As a discipline, it encompasses financial expertise,
fraud knowledge, and a sound knowledge and understanding of business reality
and the working of the legal system. Its development has been primarily
achieved through on-the-job training as well as experience with investigating
officers and legal counsel.”
atau jika diterjemahkan
dalam bahasa Indonesia adalah sebagai berikut : “Akuntansi forensik dan
investigasi adalah aplikasi keahlian keuangan dan mentalitas penyelidikan untuk
menyelesaikan isu yang sesuai dengan konteks peraturan pembuktian. Sebagai
suatu disiplin ilmu, hal tersebut membutuhkan keahlian keuangan, pengetahuan
akan fraud, dan pengetahuan serta pengertian tentang bisnis (sistem) riil dan
hukum. Hal tersebut dapat berkembang melalui kerja praktek dan pengalaman
dengan masalah investigasi dan hukum.”
Hal yang membedakan antara pemeriksaan laporan
keuangan biasa dengan sistem akuntansi forensik ini adalah pada besarnya
material yang mempengaruhinya. Umumnya untuk audit laporan keuangan biasa,
material yang berpengaruh adalah jenis pendapatan dan pengeluaran yang
bernominnal besar, sedangkan yang kecil kadang diabaikan dalam penentuan
indikasi kecurangan. Pada akuntansi forensik, indikasi kecurangan tidak
berdasarkan pada nominal transaksi yang besar, namun melihat pada jenis
pendapatan dan pengeluaran yang mencurigakan. Pemeriksaan akuntansi forensik
tidak dapat dipisahkan dari proses investigasi. Karena untuk mengungkap hal
yang kecil namun mencurigakan menjadi suatu alat bukti dibutuhkan usaha yang tidak
mudah, sehingga proses audit laporan keuangan akan disertai pula oleh proses
penyelidikan terhadap hal tersebut.
Selain menggunakan sistem audit
yang ada, penggunaan sistem informasi juga dapat dilakukan untuk mendeteksi
kemungkinan terjadinya fraud. Penggunaan sistem informasi ini membutuhkan
pengetahuan statistik dan pengelolaan data sehingga kecenderungan terjadinya
fraud dapat diatasi. Sistem informasi ini merupakan jembatan penghubung antara
pengalaman dan pengetahuan terhadap audit dan fraud. Kurangnya pengalaman
auditor dapat diatasi dengan sistem informasi atau data base yang baik, selain
peningkatan kompetensi melalui pendidikan dan pelatihan.
Dengan adanya data historis yang
cukup mengenai fraud maka diharapkan dapat diketahui motivasi, kesempatan,
objek, indikasi, metode dan konsekuensi kecurangan, atau dengan kata lain
didapatkan profil fraud/kecurangan yang kemungkinan dapat terjadi kembali.
Contohnya dari data yang telah dikumpulkan maka
didapatkan profil kecurangan sebagai berikut motivasi kecurangan pegawai adalah
memperkaya diri, kesempatan kecurangan adalah melalui proses lelang, objek
kecurangan yaitu paket pengadaan barang/jasa, metode kecurangan adalah dengan
pemecahan paket pengadaan agar proses pengadaan dilakukan dengan penunjukan langsung
atau pelelangan terbatas. Indikasi kecurangan adalah adanya perubahan nilai dan
kegiatan proyek. Sementara konsekuensi yang diterima organisasi adalah
ketidakpercayaan pihak penyedia jasa lain kepada panitia pengadaan barang/jasa.
Dengan penggunaan data base maka proses deteksi
pada kecurangan menjadi lebih cepat. Proses deteksi kecurangan yang biasanya
diawali dengan audit kinerja secara umum kemudian baru ditemukan adanya
indikasi kecurangan, berkembang lagi menjadi investigasi dan terakhir menemukan
bukti, kini prosesnya dapat lebih cepat, yaitu menemukan kemungkinan kecurangan
yang dapat terjadi berdasarkan data base, untuk kemudian di-evaluasi apakah
kemungkinan tersebut terjadi atau tidak pada kegiatan yang di-audit.
Penggunaan sistem informasi hanya merupakan cara
deteksi awal, untuk kemudian proses investigasi dilakukan sesuai teknik audit
investigasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar